Kamis, 30 Desember 2010

ASFIKSIA

1.     Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir yang disertai dengan hipoksia, hiperkapnea dan berakhir dengan asidosis (Dra.Jumiarni, 1994 : 77).
Asfiksi adalah keadaan dimana bayi baru lahir (BBL) tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir , umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Prof.Dr.Azrul Azwar, MPH, 2008 : 107).
Asfiksia neonatorum merupakan kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Disampping itu asfiksia neonatorum atau asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Asfiksia paling sering terjadi pada periode segera setelah lahir dan menimbulkan sebuah kebutuhan resusitasi dan intervensi segera untuk meminimalkan mortalitas dan morbiditas ( Anik Maryunani, 2009 : 43 ).
2.     Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit pertama kelahiran dan kemudian diikuti dengan pernapasan teratur. Asfiksia janin atau neonates akan terjadi jika terdapat gangguan pertukaran gas atau pertukaran transport oksigen dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir adalah kelanjutan asfiksia janin. Oleh karena itu, evaluasi atau penilaian keadan janin selama kehamilan dan persalinan memegang peranan penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa. Asfiksia yang mungkin timbul pada masa kehamilan dapat diatasi/dicegah dengan melakukan perawatan kehamilan/antenatal yang adekuat atau melakukan koreksi sedini mungkin terhadap setiap kelainan yang terjadi. Apabila kelainan tidak dapat diatasi dan keadaan bayi telah mengizinkan, maka terminasi kehamilan dapat dipikirkan  ( Anik Maryunani, 2009 : 47 ).
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah utero plasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia pada bayi baru lahir.
Beberapa factor tertentu diketahui penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir diantaranya adalah :
1)         Faktor ibu  :
- Preeklamsi dan eklamsi
- Perdarahan abnormal ( plasenta previa / solusio plasenta )
- Partus lama / partus macet
- Demam selama persalinan
- Infeksi berat ( malaria, sifilis, TBC, HIV )
- Kehamilan lewat waktu / post date ( 42 mingggu )
Faktor yang menyebabkan penurunan sirkulasi utero plasenter yang berakibat menurunnya pasokan oksigen ke bayi sehingga dapat menyebabkan asfiksi bayi baru lahir :
2)         Faktor tali pusat
- Lilitan tali pusat
- Tali pusat pendek
- Simpul tali pusat
- Prolaps tali pusat
Adakalanya asfiksi terjadi tanpa didahului gejala dan tanda gawat janin, umumnya hal ini disebabkan oleh factor berikut ini :
3)         Faktor bayi
- Bayi premature kurang dari 37 minggu
- Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, extraksi vacuum, ekstrasi forcep)
- Kelainan bawaan (congenital)
- Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui factor-faktor resiko yang berpotensi  untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan factor-faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan denagn ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi akan tetapi, adakalanya factor risiko menjadi sulit dikenali atau sepengetahuan penolong tidak dijumpai tetapi asfiksi tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan  persalinan.
3.     Patofisiologi
      Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementarapada bayi (asfiksia transient), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoresepor pusat pernapasan agar terjadi “primary gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernapasan.
          Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergangtung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnue (primary apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi akan menunjukkan bernafas (gasping), yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue yang kedua (secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.
            Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam dan basa pada tubuh bayi.  Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi  metabolisme anaerob yang berubah glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada hati dan jantung berkurang asam organic terjadi akibat metabolism ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya glikogen yang terjadi pada jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tingginya resistensi pembuluh darah paru. Sehingga sirkulasi darah ke paru dan system tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gngguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya ( Anik Maryunani, 2009 : 50-51 )
4.     Prognosis
a.       Asfiksi ringan : tergantung pada kecepatan penatalaksanan.
b.      Asfiksi berat : dapat mnimbulkan kematian pada hari-hari pertama dan kelainan saraf. Asfiksi dengan pH 6-9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis permanen,misalnya retardasi mental.
5.      Jenis Klasifikasi
                  Beberapa literature menklasifikasikan atau menggolongkan asfiksia neonatorum sebagai berikut :
     1. Atas dasar pengalaman klinis, asfiksia neonatorum dibagi dalam :
a. ”Vigorous baby atau (asfiksia ringan)”,nilai apgar score 7-10, dalam hal ini bayi di anggap sehat,tidak memerlukan tindakan istimewa.
b.”Mild-moderate asfiksia (asfiksia sedang)”,apgar score 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit,tonus otot kurang baik atau baik,sianosis,reflex iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia berat,apgar score 0-3. Pada pemeriksaan fisik di temukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit,tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,reflex iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia berat dengan henti jantung adalah keadan bunyi jantung janin menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap,atau bunyi jantung menghilang setelah proses kelahiran,dalam hal ini pemeriksaan fisik lainnya sesuai dengan yang di temukan pada penderita asfiksia berat.

Tabel Apgar Skor.
Tanda
Skor
0
1
2
Frekuensi jantung
Tidak ada
< 100 / menit
>100 / menit
Usaha bernapas
Tidak ada
Lambat, tidak teratur
Menangis kuat
Tonus otot
Lumpuh
Ektremitas agak fleksi
Gerakan aktif
Reflek
Tidak ada
Gerakan sedikit
Gerakan kuat / melawan
Warna Kulit
Tidak ada
Tubuh kemerahan, ekstremitas biru
Seluruh tubuh kemerahan.

2. Ada juga yang mengklasifikasikan asfiksia neonatorum, menurut ringan beratnya, yaitu bebang bayi atau asfiksia neonatorum dibagi dalam dua tingkat, sebagi berikut :
a. Asfiksia livida ( bebang biru )
     Dengan gejala warna kulit kebiru-biruan, tonus otot cukup tegang dan denyut jantung cukup kuat, lebih dai 100 per menit.
c.       Asfiksia palida ( bebang putih )
Dengan gelaja warna kulit putih, tonus otot lemas, dan denyut jantung kurang dari 100 pe menit.
6.     Penanganan atau Perawatan
Penatalaksanaan : resusitasi dengan langkah mengikuti ABC
A : pertahankan jalan nafas bebas, jika perlu dengan intubasi    endotrakeal.
B : bangkitkan nafas spontan dengan stimulasi taksil dan tekanan positif menggunakan bagtas dan mask atau lewat pipa endotrakeal.
C : pertahankan sirkulasi jika perlu dengan kompresi dada dan obat-obatan.
1.      Penanganan pada asfiksia ringan (apggar skore 7-10).
a.       Bayi di bungkus dengan kain hangat lalu di bawah kemeja resusitasi
b.      Bersihkan jalan napas dengan menghisap lender pada hidung kemudian disekitar mulut
c.       Bila berhasil lakukan dengan perawatan selanjutnya yaitu membersihkan badan bayi, perawatan tali pusat dan lainnya.
d.      Observasi suhu tubuh, untuk sementara waktu masukkan bayi ke dalam incubator.
2.      Penanganan pada bayi pada asfiksia sedang (afgar skore -6)
a.       Menerima bayi dengan kain hangat
b.      Letakkan bayi pada meja resusitasi
c.       Bersihkan jalan napas bayi
d.      Berikan oksigen 2 liter per menit. Bila berhasil teruskan perawatan selanjutnya
e.       Bila belum berhasil rangsang pernapasan dengan menepuk-nepuk telapak kaki, bila tidak berhasil juga pasang penlon masker di pompa 60x/menit
f.       Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, biasanya diberikan terapi Natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc, dekstrose 40% sebanyak 4cc disuntikkan melalui vena umbilikalis masukkan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya perdarahan intra cranial karena perubahan PH darah mendadak.
3.      Penanganan pada bayi dengan asfiksia berat (apgar skore 0-3)
a.       Menerima bayi dengan kain hangat
b.      Letakkan bayi pada meja resusitasi
c.       Bersihkan jalan napas sambil memompa jalan napas dengan penlon (ambu bag)
d.      Berikan oksigen 4-5 liter/menit
e.       Bila tidak berhasil biasanya di pasang ETT (endo tracheal tube)
f.       Bersihkan jalan napas melalui lubang ETT
g.      Bila bayi bernapas tetapi bayi masih sianosis / biru biasanya di berikan therapy natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc, dekstrose 40% sebanyak 4cc
h.      Bila asfiksia brkrlanjutan bayi masuk ICU dan infuse terlebih dahulu.
7.     Ciri-Ciri
a.       Bayi pucat dan kebiru-biruan
b.      Usaha bernapas minimal atau tidak ada
c.       Hipoksia
d.      Asidosis metabolic atau respiratorik
e.       Perubahan fungsi jantung
f.       Kegagalan fungsi multi organ
g.      Tidak bernapas atau bernapas megap-megap
h.      Kejang
i.        Penurunan kesadaran (reflek atau respon bayi lemah)
j.        Tonus otot menurun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar