Rabu, 22 Desember 2010

IMUNISASI


1.      Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah  upaya untuk menimbulkan kekebalan seseorang dengan memberikan vaksin tertentu, sehingga terlindung dari penyakit berbahaya tertentu. Jadi dengan imunisasi secara benar (sesuai dengan ketentuan) berarti telah dimasukkan vaksin atau bibit penyakit yang dilemahkan zat penolak, tubuh kita menjadi kebal terhadap penyakit tersebut diatas.

2.      Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Sesuai dengan program imunisasi dan perkembangan ilmu kedokteran, beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah :


No.
Penyakit
vaksin
Jumlah Pemberian
Selang Waktu
Usia
1.
Tuberkolosis
= TB
BCG
1 kl
-
0 - 11 bl
2.
Difteri
DPT
DT
3 kl
2 kl
4 Minggu
4 Minggu
2 – 11 bl
SD Klas I
3.
Pertusis = batuk rejan = batuk 100 hari = Kinkhoest
DPT
2 kl
4 Minggu
2 – 11 bl
4.
Tetanus = Kejang-kejang
DPT
TT
3 kl
2 kl
4 Minggu
4 Minggu
Ibu hamil 3-8 bl
SD Klas VI wanita CPW


TT
1 kl
-
Setiap kehamilan berikutnya (bulan ke-6)
5.
Poliomylitis = kelumpuhan
Polio
3 kl
4 Minggu
2-11 bl
6.
Campak = gabang = Morbili
Campak
1 kl
-
9-11 bl.
 

3.      Penyiapan Pelayanan Imunisasi
1.      Logistik
Jumlah peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan pelaksanaan pelayanan imunisasi tergantung pada perkiraan jumlah sasaran yang akan dimunisasi. Perkiraan dasar untuk vaksin, alat suntik, alat suntuk untuk mencampur, dan kotak pengaman (safety box) terdapat pada modul sebelumnya.
Jenis peralatan yang diperlukan untuk pelayanan :
a.       Termos / vaksin carrier
b.      Cool Pack / kotat dingin cair
c.       Vaksin, pelarut dan penetes ( dropper)
d.      Alat suntik
e.       Safety box ( kotak pengaman)
f.       Pemotong / kikir ampul pelarut
g.      Formulir
h.      Kapas dan wadah
i.        Bahan penyuluhan (poster, leaflet, dan lain-lain)
j.        Alat tulis (kertas pensil pena)
k.      Kartu-kartu imunisasi (KMS, kartu TT)
l.        Buku register bayi dan WUS
m.    Tempat sampah
n.      Sabun untuk mencuci tangan

2.      Mengeluarkan vaksin dan pelarut dari lemari es
a.       Sebelum anda membuka pintu lemari es, tentukan berapa banyak vial vaksin yang dibutuhkan untuk pelayanan
b.      Catatlah di dalam lemari es
c.       Dari lemari es pilih dan keluarkan vaksin sesuai ketentuan yang telah ditetapkan untuk VVM, tanggal kadaluarsa (EEFO, FIFO)

3.      Memeriksa apakah vaksin aman diberikan
Sebelum memberikan vaksin yang manapun, harus dipastikan bahwa vaksin yang akan diberikan masih baik, dengan melakukan langkah-langkah berikut ini :
a.       Periksa label vaksin dan pelarut. Jika label tidak ada, jangan gunakan vaksin atau pelarut tersebut.
b.      Periksa alat pemantau botol vaksin. (VVM). Jika vaksin sudah masuk.
c.       Periksa tanggal kadaluarsa, jangan gunakan vaksin dan pelarut jika tanggal kadaluarsa telah lewat.
d.      Periksa alat pembantu suhu beku dalam lemari es. Jika indikator ini menunjukkan adanya pembekuan atau anda menduga membawa vaksin yang sensitif beku (vasin-vaksin DTP, DT TT, HepB, DTP-HepB) telah membeku, anda sebaiknya melakukan tes kocok.

Langkah-langkah uji kocok :
1)      Pilih salah satu dari tipe dan batch vaksin yang dicurigai pernah beku, utamakan yang dekat dengan evaroperator dan bagian lemari es yang paling dingin. Beri label “ Tersangka Beku “. Bandingkan dengan vaksin dari tipe dan batch yang sengaja dibekukan hingga beku pada seluruhnya dan beri label “ Dibekukan “
2)      Biarkan contoh “ Dibekukan “ dan  Vaksin “ Tersangka Beku “ sampai mencair seluruhnya.
3)      Kocok contoh “ Dibekukan “ dan Vaksin “ Tersangka Beku “ secara bersamaan
4)      Amati contoh “ Dibekukan “ dan vaksin “ Tersangka Beku “ bersebelahan untuk membandingkan waktu pengendapan (umumnya 5 – 30 menit )
5)      Bila terjadi :
·         Pengendapan vaksin “ Tersangka beku “ lebih lambat dari contoh              “ Dibekukan “ à vaksin dapat digunakan
·         Pengendapan vaksin “ Tersangka beku “ sama atau lebih cepat dari pada contoh “ Dibekukan “ à jangan digunakan, vaksin sudah rusak.
6)      Anda harus melakukan uji kocok untuk tiap vaksin yang berbeda batch dan jenis vaksinnya dengan kontrol “ Dibekukan “ yang sesuai.


 4.      Pemeliharaan cold chain selama pelaksanaan imunisasi
a.       Selama pelayanan imunisasi, vaksin dan pelarut harus disimpan dalam vaccine carrier dengan menggunakan cool pack agar suhu tetap terjaga pada temperatur 20 – 80 dan vaksin yang sensitive terhadap pembekuan tidak beku.
b.      Hindari vaccine carrier yang berisi vaccine dari cahaya matahari langsung.
c.       Sebelum sasaran datang vaksin dan pelarut harus tersimpan dalam vaccine carrier yang tertutup rapat.
d.      Jangan membuka vaccine carrier atau melarutkan vaccine bila belum ada sasaran datang
e.       Pada saat pelarutan suhu pelarut dan vaksin harus sama
f.       Petugas imunisasi tidak diperbolehkan membuka vial baru sebelum vial lama habis
g.      Bila sasaran belum datang, vaksin yang sudah dilarutkan harus dilindungi dari cahaya matahari dan suhu dari luar. Seharusnya dengan cara diletakkan dilubang busa yang terdapat diatas vaksin carrier (lihat gambar dibawah)
h.      Dalam setiap vaccine carrier sebaiknya terdapat empat cool pack
i.        Bila vaksin yang sudah yang dilarutkan selanjutnya dilakukan bila telah ada anak yang hendak di imunisasi.



Ø  Pemeriksaan sasaran (dilihat di KMS / KIA)
Setiap sasaran yang mengunjungi tempat pelayanan imunisasi mereka sebaiknya diperiksa dan diberi semua vaksin yang layak mereka terima. Tentukan usia dan status imunisasi tedahulu sebelum diputuskan vaksin mana yang akan diberikan.
1.      Mengidentifikasi usia bayi
2.      Mengidentifikasi vaksin – vaksin apa yang telah diterima oleh bayi
3.      Menentukan semua vaksin yang akan di terima pada bayi saat itu.
4.      Kontra indikasi terhadap imunisasi
a.       Pada umumnya tidak terdapat kontra indikasi imunisasi. Semua bayi sebaiknya diimunisasi kecuali dalam tiga situasi yang jarang terjadi berikut ini :
Anafilaksis atau reaksi hipersensitivitas yang hebat merupakan kontra indikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya
·         Reaksi berlebihan seperti suhu tinggi 38,50C dengan kejang penurunan kesadaran shock atau reaksi anafilaktik lain setelah imunisasi DPT1 merupakan kontra indikasi untuk pemberian DPT2 atau 3
·         Riwayat kejang demam dan panas > 38,50C merupakan kontra indikasi pemberian DPT1 dan campak
b.      Jika orang tua bereberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, tunda pemberian imunisasi, berikan penjelasan pentingnya imunisasi dan mintalah ibu untuk kembali lagi jika bayinya sedah sehat.

Berikut bukan merupakan kontra indikasi. Bayi yang mengalami kondisi sebaiknya diimunisasi :
·         Alergi atau asma (kecuali jika dikathui ada alergi terhadap komponen khusus dari vaksin yang disebutkan di atas) ;
·         Sakit ringan seperti infeksi saluran pernafasan atau diare dengan suhu dibawah 38,50C ;
·         Riwayat keluarga tentang peristiwa-peristiwa yang membahayakan setelah imunisasi ;
·         Pengobatan antibiotik ;
·         Dugaan infeksi HIV atau positif terinfeksi HIV dengan tidak menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS.
·      Tanda-tanda dan gejala-gejala AIDS, kecuali seperti yang disebutkan diatas ;
·      Anak diberi ASI ;
·      Sakit kronis seperti penyakit jantung kronis, paru-paru ginjal dan liver
·      Kondisi syaraf labil seperti kelumpuhan otak, karena luka atau Down’s Syndrome ;
·      Prematur atau berat lahir rendah (vaksinasi sebaiknya tidak ditunda) ;
·      Pembedahan baru atau direncanakan dengan segera
·      Kurang gizi ; dan
·      Riwayat sakit kuning pada kelahiran.
Tidak terdapat bukti tentang resiko terhadap janin karena pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) kepada perempuan hamil.
5.      Mengimunisasi sasaran WUS
Lakukan imunisasi kepada bayi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Ø  Memberikan vaksin yang tepat secara aman
a.       Mencampur vaksin dengan pelarut
Perhatikan ketentuan yang berlaku dalam mencampur vaksin.
1)      Cuci tangan sebelum melakukan kegiatan
2)      Amati VVM dan masa kada luarsa pada botol atau ampul vaksin
3)      Kocok secara perlahan botol atau ampul vaksin pastikan semua bubuk ada pada dasar botol
4)      Pastikan suhu faksin dan pelarut sama (2-80C) saat pelarutan
5)      Amati ampul atau botol pelarut pastikan tidak retak
6)      Baca label pada ampul atau botol pastikan berasal dari pabrik yang sama dengan vaksin dan masa kadaluarsa sebelum lewat
7)      Buka ampul kaca (pelarut), jika terjadi luka saat membuka ampul, buang ampul karena ada kemungkinan isi ampul telah terkombinasi. Balut luka sebelum membuka ampul baru.
8)      Sedot pelarut kedalam semprit pencampur
Gunakan semprit pemcampur sekali pakai (disposabel mixing syringe) yang baru untuk mencampur setiap vaksin dengan pelarut.
9)      Mencapur vaksin  dengan pelarut
·         Untuk mencampur pelarut dan vaksin, suntikkan cairan pelarut kemudian kedalam vial vaksin dengan menggunakan ADS, kemudian disedot pelan-pelan sehingga masuk kedalam semprit dan sutikkan lagi dalam botol atau ampul. Ulangi beberapa kali.
·         Sebelum vaksin digunakan, putar vial vaksin untuk mencegah abses drug stone
·         Buang seprit dan jarum pencampur yang telah digunakan kedalam safety box setelah digunakan.
10)  Vaksin  yang telah dicampur dengan pelarut selama pelayanan imunisasi di simpan di atas bantalan busa yang ada di dalam thermos (vaccine carrier).

Ingat :
·         Pelarut tidak bisa saling ditukar, setiap vaksin memiliki pelarut yang bereda. Pencampuran dan pemberian pelarut yang salah sangat membahayakan dan dapat menyebabkan kematian.
·         Gunakan pelarut dari pabrik yang sama dengan vaksin
·         Suhu vaksin dan pelarut harus sama
·         Jangan campur vaksin dengan pelarut sebelum ada sasaran
·         Vaksin yang sudah dilarutkan mempunyai batas masa pakai misal campak 6 jam, BCG 3 jam.

b.      Memberikan vaksin kepada bayi
Vaksin
BCG
DPT, DPT HepB, Hep B
Campak
Polio
Tempat Suntikan
Lengan kanan atas  luar
Paha tengah luar untuk bayi
Lengan kiri atas
Mulut
Cara Penyuntikan
Suntikan Intra dermal
Suntikan intramuskular
Suntikan Subkutan
Diteteskan di mulut
Dosis
0,05 cc
0,5 ml
0,5 ml
2 tetes



 1.      Klasifikasi KIPI (WHO 1999 )
a.       Reaksi Vaksin (Vaccine Induced)
·      Induksi vaksin (Vaccine Induced) : intrinsik vaksin vs. Individu Potensiasi vaksin ( vaccine potentiated ) : gejala yang dipicu oleh vaksin.
·      Kejadian disebabkan atau dipicu oleh vaksin walapun diberikan secara benar.
·      Disebabkan oleh sifat dasar dari vaksin.
b.      Kesalahan Program (Programmatic Error)
Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi.
Contoh kesalahan program :
·         Dosis antigen (terlalu banyak)
·         Lokasi dan cara penyuntikan
·         Sterilisasi semprit dan jarum
·         Jarum bekas pakai
·         Tindakan aseptik dan antiseptik
·         Kontaminasi vaksin dan alat suntik
·         Penyimpanan vaksin
·         Pemakaian sisa vaksin
·         Jenis dan jumlah pelarut vaksin
·         Tidak memperhatikan petunjuk prosedusen (petunjuk pemakaian, indikasi kontra, dan lain-lain)
c.       Kebetulan (Coincidental)
Kejadian terjadi setelah imunisasi tapi tidak disebabkan oleh vaksin. Indikator faktor kebetulan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakter serupa tetap tidak mendapat imunisasi.
d.      Reaksi Suntikan (injektion Reaction)
Kejadian yang disebabkan oleh rasa takut / gelisah atau sakit dari tindakan penyuntikan, dan bukan dari vaksin. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntik, sedangkan reaksi, suntikan langsung misalnya rasa takut, pusing, mual.
e.       Penyebab tidak diketahui
Penyebab kejadian tidak dapat ditetapikan.
2.      Gejala Klinis KIPI
Gejala klinis KIPI dapat tibul secara cepat maupun lambat dan dapat di bagi menjadi gejala lokal, sistimatik, reaksi susunan syaraf pusat, serta reaksi lainnya (tabel dibawah). Pada umumnya makin cepat KIPI makin berat gejalanya.
Ø  Hal-hal wajib dilaporkan :
a.       KIPI yang harus dilaporkan 3 bulan pasca imunisasi
1)      Lumpuh layu (acute flaccid paralysis) : polio 4-30 hari
2)      Neuritis brakhialis : tetanus 2 - 28 hari
b.      KIPI yang harus dilaporkan 1-12 bulan pasca imunisasi
1)      Limfadenitis
2)      Disseminated BCG-itis
3)      Osteitis/Osteomielitis

c.       KIPI yang harus dilaporkan pasca imunisasi (tanpa batas waktu )
1)      Semua kematian
2)      Semua penerima vaksin yang dirawat
3)      Semua kejadian yang berat dan tidak diasa (diduga berhubungan dengan imunisasi oleh petugas atau masyarakat)