Senin, 03 Januari 2011

salphingitis akut


Etiologi

Paling sering di sebabkan oleh gonococcus, di samping itu, oleh staphylococcus, streptococcus, dan bakteri TBC.
Infeksi dapat terjadi sebagai berikut :
A.    Naik dari cavum uteri
B.     Menjalar dari alat yang berdekatan seperti dari apendiks yang meradang
C.     Haematogen. Terutama salpingitis tuberculosa. Salpingitis biasanya bilateral


Gejala
a.       Demam tinggi dengan menggigil
b.      Nyeri perut kanan kiri bawah, terutama kalau di tekan
c.       Defense kanan dan kiri atas ligament pourpart
d.      Mual dan muntah, ada gejala abdomen akut karena terjadi rangsangan peritoneum
e.       Kadang – kadang ada tendensi pada anus karena proses dekat pada rectum dan sigmoid
f.       Pada periksa dalam nyeri kalau porsio di goyangkan, nyeri kiri dan kanan dari uterus, kadang – kadang ada penebalan dari tuba.

Terapi
a.       Istirahat, antibiotic broad spectrum& corticosteroid
b.      Usus harus kosong

Salphingitis kronik

Pada salphingitis interstisialis kronika dinding tuba menebal dan tampak fibrosis dan dapat pula di temukan pengumpulan nanah sedikit di tengah-tangah jaringan otot. Terdapat pula perlekatan dengan jaringan – jaringan di sekitarnya. Seperti ovarium, uterus, usus. Ini meupakan satu salphingitis isthmika nodosa.
            Pada penyakit ini sisa proses menahun terbatas pada bagian isthmus tuba pada bagian tersebut terdapat beberapa benjolan yang lebih padat dari pada bagian lain. Pada pemeriksaan mikroskopik benjolan itu tidak terdapat satu ruangan yakni lumen tuba, akan tetapi banyak ruang kecil keadaan menyerupai adenomiosis tuba, tetapi epitel pada dinding ruangan bukan dari endometrium melainkan dari tuba, tidak ada stroma endometrium, dan pada didnding otot di temukan infiltrasi sel –sel radang.




Referensi
1.       kesehatan reproduksi, yani widyaastuti, SSiT,dkk, 2009, fitramaya
2.      Ilmu kandungan, professor dokter hanifa, SPoG, 2005, yayaan bina pustaka prawirohardjo



Kamis, 30 Desember 2010

ASFIKSIA

1.     Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir yang disertai dengan hipoksia, hiperkapnea dan berakhir dengan asidosis (Dra.Jumiarni, 1994 : 77).
Asfiksi adalah keadaan dimana bayi baru lahir (BBL) tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir , umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Prof.Dr.Azrul Azwar, MPH, 2008 : 107).
Asfiksia neonatorum merupakan kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Disampping itu asfiksia neonatorum atau asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Asfiksia paling sering terjadi pada periode segera setelah lahir dan menimbulkan sebuah kebutuhan resusitasi dan intervensi segera untuk meminimalkan mortalitas dan morbiditas ( Anik Maryunani, 2009 : 43 ).
2.     Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit pertama kelahiran dan kemudian diikuti dengan pernapasan teratur. Asfiksia janin atau neonates akan terjadi jika terdapat gangguan pertukaran gas atau pertukaran transport oksigen dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir adalah kelanjutan asfiksia janin. Oleh karena itu, evaluasi atau penilaian keadan janin selama kehamilan dan persalinan memegang peranan penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa. Asfiksia yang mungkin timbul pada masa kehamilan dapat diatasi/dicegah dengan melakukan perawatan kehamilan/antenatal yang adekuat atau melakukan koreksi sedini mungkin terhadap setiap kelainan yang terjadi. Apabila kelainan tidak dapat diatasi dan keadaan bayi telah mengizinkan, maka terminasi kehamilan dapat dipikirkan  ( Anik Maryunani, 2009 : 47 ).
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah utero plasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia pada bayi baru lahir.
Beberapa factor tertentu diketahui penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir diantaranya adalah :
1)         Faktor ibu  :
- Preeklamsi dan eklamsi
- Perdarahan abnormal ( plasenta previa / solusio plasenta )
- Partus lama / partus macet
- Demam selama persalinan
- Infeksi berat ( malaria, sifilis, TBC, HIV )
- Kehamilan lewat waktu / post date ( 42 mingggu )
Faktor yang menyebabkan penurunan sirkulasi utero plasenter yang berakibat menurunnya pasokan oksigen ke bayi sehingga dapat menyebabkan asfiksi bayi baru lahir :
2)         Faktor tali pusat
- Lilitan tali pusat
- Tali pusat pendek
- Simpul tali pusat
- Prolaps tali pusat
Adakalanya asfiksi terjadi tanpa didahului gejala dan tanda gawat janin, umumnya hal ini disebabkan oleh factor berikut ini :
3)         Faktor bayi
- Bayi premature kurang dari 37 minggu
- Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, extraksi vacuum, ekstrasi forcep)
- Kelainan bawaan (congenital)
- Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui factor-faktor resiko yang berpotensi  untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan factor-faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan denagn ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi akan tetapi, adakalanya factor risiko menjadi sulit dikenali atau sepengetahuan penolong tidak dijumpai tetapi asfiksi tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan  persalinan.
3.     Patofisiologi
      Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementarapada bayi (asfiksia transient), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoresepor pusat pernapasan agar terjadi “primary gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernapasan.
          Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergangtung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnue (primary apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi akan menunjukkan bernafas (gasping), yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue yang kedua (secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.
            Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam dan basa pada tubuh bayi.  Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi  metabolisme anaerob yang berubah glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada hati dan jantung berkurang asam organic terjadi akibat metabolism ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya glikogen yang terjadi pada jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tingginya resistensi pembuluh darah paru. Sehingga sirkulasi darah ke paru dan system tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gngguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya ( Anik Maryunani, 2009 : 50-51 )
4.     Prognosis
a.       Asfiksi ringan : tergantung pada kecepatan penatalaksanan.
b.      Asfiksi berat : dapat mnimbulkan kematian pada hari-hari pertama dan kelainan saraf. Asfiksi dengan pH 6-9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis permanen,misalnya retardasi mental.
5.      Jenis Klasifikasi
                  Beberapa literature menklasifikasikan atau menggolongkan asfiksia neonatorum sebagai berikut :
     1. Atas dasar pengalaman klinis, asfiksia neonatorum dibagi dalam :
a. ”Vigorous baby atau (asfiksia ringan)”,nilai apgar score 7-10, dalam hal ini bayi di anggap sehat,tidak memerlukan tindakan istimewa.
b.”Mild-moderate asfiksia (asfiksia sedang)”,apgar score 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit,tonus otot kurang baik atau baik,sianosis,reflex iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia berat,apgar score 0-3. Pada pemeriksaan fisik di temukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit,tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,reflex iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia berat dengan henti jantung adalah keadan bunyi jantung janin menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap,atau bunyi jantung menghilang setelah proses kelahiran,dalam hal ini pemeriksaan fisik lainnya sesuai dengan yang di temukan pada penderita asfiksia berat.

Tabel Apgar Skor.
Tanda
Skor
0
1
2
Frekuensi jantung
Tidak ada
< 100 / menit
>100 / menit
Usaha bernapas
Tidak ada
Lambat, tidak teratur
Menangis kuat
Tonus otot
Lumpuh
Ektremitas agak fleksi
Gerakan aktif
Reflek
Tidak ada
Gerakan sedikit
Gerakan kuat / melawan
Warna Kulit
Tidak ada
Tubuh kemerahan, ekstremitas biru
Seluruh tubuh kemerahan.

2. Ada juga yang mengklasifikasikan asfiksia neonatorum, menurut ringan beratnya, yaitu bebang bayi atau asfiksia neonatorum dibagi dalam dua tingkat, sebagi berikut :
a. Asfiksia livida ( bebang biru )
     Dengan gejala warna kulit kebiru-biruan, tonus otot cukup tegang dan denyut jantung cukup kuat, lebih dai 100 per menit.
c.       Asfiksia palida ( bebang putih )
Dengan gelaja warna kulit putih, tonus otot lemas, dan denyut jantung kurang dari 100 pe menit.
6.     Penanganan atau Perawatan
Penatalaksanaan : resusitasi dengan langkah mengikuti ABC
A : pertahankan jalan nafas bebas, jika perlu dengan intubasi    endotrakeal.
B : bangkitkan nafas spontan dengan stimulasi taksil dan tekanan positif menggunakan bagtas dan mask atau lewat pipa endotrakeal.
C : pertahankan sirkulasi jika perlu dengan kompresi dada dan obat-obatan.
1.      Penanganan pada asfiksia ringan (apggar skore 7-10).
a.       Bayi di bungkus dengan kain hangat lalu di bawah kemeja resusitasi
b.      Bersihkan jalan napas dengan menghisap lender pada hidung kemudian disekitar mulut
c.       Bila berhasil lakukan dengan perawatan selanjutnya yaitu membersihkan badan bayi, perawatan tali pusat dan lainnya.
d.      Observasi suhu tubuh, untuk sementara waktu masukkan bayi ke dalam incubator.
2.      Penanganan pada bayi pada asfiksia sedang (afgar skore -6)
a.       Menerima bayi dengan kain hangat
b.      Letakkan bayi pada meja resusitasi
c.       Bersihkan jalan napas bayi
d.      Berikan oksigen 2 liter per menit. Bila berhasil teruskan perawatan selanjutnya
e.       Bila belum berhasil rangsang pernapasan dengan menepuk-nepuk telapak kaki, bila tidak berhasil juga pasang penlon masker di pompa 60x/menit
f.       Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, biasanya diberikan terapi Natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc, dekstrose 40% sebanyak 4cc disuntikkan melalui vena umbilikalis masukkan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya perdarahan intra cranial karena perubahan PH darah mendadak.
3.      Penanganan pada bayi dengan asfiksia berat (apgar skore 0-3)
a.       Menerima bayi dengan kain hangat
b.      Letakkan bayi pada meja resusitasi
c.       Bersihkan jalan napas sambil memompa jalan napas dengan penlon (ambu bag)
d.      Berikan oksigen 4-5 liter/menit
e.       Bila tidak berhasil biasanya di pasang ETT (endo tracheal tube)
f.       Bersihkan jalan napas melalui lubang ETT
g.      Bila bayi bernapas tetapi bayi masih sianosis / biru biasanya di berikan therapy natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc, dekstrose 40% sebanyak 4cc
h.      Bila asfiksia brkrlanjutan bayi masuk ICU dan infuse terlebih dahulu.
7.     Ciri-Ciri
a.       Bayi pucat dan kebiru-biruan
b.      Usaha bernapas minimal atau tidak ada
c.       Hipoksia
d.      Asidosis metabolic atau respiratorik
e.       Perubahan fungsi jantung
f.       Kegagalan fungsi multi organ
g.      Tidak bernapas atau bernapas megap-megap
h.      Kejang
i.        Penurunan kesadaran (reflek atau respon bayi lemah)
j.        Tonus otot menurun

IKTERUS NEONATORUM


A.        Pengertian
       Ikterus neonatorum adalah warna kuning kulit dan mukosa akibat peningkatan kadar nilirubin pada bayi baru lahir.
B.        Etiologi
            Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara   lain :
1. Produksi urine yang berlebihan
            Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya misal : pada hemolisis yang       meningkat terjadi inkompabilitas/ketidakcocokan golongan darah (Rh, ABO antagonis, defisiensi enzim G-G-PD perdarahan tertutup dan sepsis).
             
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar :
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imatoritas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi /           tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase (ringgler           najjar). Penyebab ini    defisiensiprotein yaitu dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirrubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
            Billirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan billirubin dengan albumin ini             dapat dipengaruhioleh obat misal : salisilat,   sulfafurazole,sodium benzoate, gentamycin,dan sebagainya.
4. Gangguan dalam ekskresi
            Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi diluar hepar di   sebabkan oleh kelainan-kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi / kerusakan hepar oleh penyebab lain.
c. Pembagian Ikterus           
1. Ikterus Psikologis
            adalah ikterus yang timbul pada hari ke 2 dan ke 3 yang tidak mempunyai dasar atau patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kern ikterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditasi pada bayi. Bayi tampak jelas pada hari ke 5-6, dan menghilangkan pada hari ke 10. Bayi tampak biasa, minum baik, BB naik biasa. Kadar billirubin serum pada bayi cukup, bulan tidak lebih dari 12 mg / dl dan pada BBLR 10 mg / dl. Dan akan hilang pada hari ke 14 hari.
2. Ikterus patologis
            adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis/kadar billirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirrubinemia
Ikterus baru dapat dikatakan patologis/fisiologis pada saat penderita akan dipulangkan.
Bayi dianggap hiperbilirrubinemia apabila :
-          Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
-          Peningkatan kadar bilirrubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
-          Konsentrasi bilirrubin serum melebihi 10mg%  pada bayi
-          Kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
-          Ikterus yang disertai proses hemolisis.
-          Bilirrubin direk lebih dari mg/dl, atau kenaikan bilirrubin serum 1 mg dl/jam atau lebih 5 mmg/hari.
-          Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari (bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR.
Gambaran Klinik
Pada permulaan tidak jelas; yang tampak mata berputar-putar.
1. Letargi (lemas)
2. Kejang
3. Tak mau menghisap/tak mau minum
4. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistonus
5. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi Spasme otot, opistotonus, kejang, stetosis yang             disertai ketegangan otot.
6. Dapat tuli, gangguan bicara, dan retardasi mental
Pengobatan Umum
                  Bila mungkin pengobatan terhadap etiologi/faktor dan perawatan yang baik. Hal ini yang perlu diperhatikan ialah pemberian makanan yang dini dengan cairan dan kadar kalori cukup dan iluminasi kamar bersalin dan bangsal bayi yang baik.
F. Penatalaksanaan
Walaupun ikterus neonatorum dinyatakan tidak semuanya tergolong patologis tetapi setiap bayi baru lahir yang menderita ikterus perlu terlihat perhatian lebih karena pada umumnya bayi akan malas minum dan terlihat lemah. Pada bayi dengan ikterus patologis selain lemah dan malas minum dapat berkembang lebih lanjut masalah yang dikemukakan pada gambaran klinik tersebut.
Masalah yang didapatkan pada pasien ikterus adalah kurangnya masukan cairan dan nutrisi karena bayi malas minum, resiko terjadi kern ikterus karena adanya kelebihan bilirrubin indirek di dalam peredaran darah yang dapat masuk ke dalam jaringan otak, gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan (pemberian terapi sonar, transfusi tukar) dan kurangnya pengetahuan ibu mengenai penyebab dan bahasa ikterus.
1. Kurangnya masukan cairan dan nutrisi
-          Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi
-          Beri minum sesuai kebutuhan, karena bayi malas minum, berikan berulang-ulang : jika tidak mau menghisap dot, berikan pakai sendok, jika tidak dapat habis berikan melalui sonde.
-          Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok (Jika bukan ASI) mungkin perlu ganti susu.
-          Resiko terjadi kern ikterus
-          Mengenai gejala dini atau mencegah, meningkatnya uterus. Jika bayi telah terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar pukul 8-8 selama 15-30 menit).
-          Periksa darah untuk bilirrubin : jika hasilnya masih    dibawah 7 mg% ulang esok harinya.
-          Berikan banyak minum
-          Perhatian hasil darah bilirrubin : jika hasilnya kurang 7 mg% lebih segera hubungi dokter, bayi perlu terapi sinar                
-          3. Gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan untuk  memenuhi kebutuhan psikologis dengan memangku bayi setiap memberikan minum dan mengajak komunikasi secara verbal.
-          Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan/kedinginan
-          Memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lingkungannya.                                 
-          Mencegah terjadinya infeksi (memperhatikan cara kerja Aseptic)
Terapi sinar
Terapi sinar diberikan bila kadar bilirrubin darah indirek lebih dari 10 mg% terapi sinar sebenarnya berdasarkan dari pengalaman seorang perawat di Inggris. Dimana bayi yang ruangnya mendapatkan sinar matahari keadaan ikterus cepat menghilang. Kemudian dikembangkan hingga didapatkan alat untuk terapi sinar disebut blue light.
Cara Kerja Terapi Sinar
Terapi sinar dapat menimbulkan dekomposisi bilirrubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air, dan dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar bilirrubin menurun. Disamping itu pada terapi sinar ditemukan peninggian konsentrasi bilirrubin indirek dalam cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltic usus meningkat dan bilirrubin akan keluar bersama feces.
Pelaksanaan pemberian terapi sinar dan yang perlu diperhatikan :
v  Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam
v  Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam (maksimal sampai 500 jam)
1. Baringkan bayi telanjang, hanya genetalia yang ditutup (pakaikan popok mini saja. Maksudnya agar sinar dapat merata ke seluruh tubuh)
2. Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya. Dapat dengan kain kasa yang dilipat-lipat dan dibalut. Sebelumnya katupkan dahulu kelopak matanya (untuk mencegah kerusakan retina)
3. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah, terlentang, tengkurap setiap 6 jam (Bila mungkin), agar sinar merata.
Pertahankan suhu bayi agar selalu 36.5 - 37°C dan    observasi setiap 4-6 jam sekali, jika terjadi kenaikan suhu             matikan sementara lampunya dan bayi diberikan banyak minum, setelah 1 jam control kembali suhunya, jika tetap    tinggi hubungi dokter.
5. Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan meningkatkan suhu tubuh bayi.
6. Pada waktu memberi minum bayi dikeluarkan, dipangku, penutup mata buka. Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak.
7. Kadar bilirrubin diperiksa setiap 8 jam setelah pemberian terapi 24 jam.
8. Bila kadar bilirrubin telah turun menjadi 7,5 mg% atau     kurang terapi dihentikan walaupun belum 100 jam.
9. Jika setelah pemberian terapi 100 jam bilirrubin tetap tinggi/kadar bilirrubin dalam serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam digunakan. Selanjutnya hubungi dokter, mungkin perlu transfusi tukar.
10. Pada kasus ikterus karena hemolisis, kadar Hb diperiksa setiap hari.
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi sinar :
-Pasang label, kapan terapi dimulai dan kapan selesainya
 -Hitung 100 jam sampai tanggal berapa sebelum digunakan cek lampu apakah lampu semuanya menyala.
            -Tempelkan pada alat terapi sinar pengguna yang keberapa kali pada bayi itu, untuk memudahkan
            -Mengetahui kapan mencapai 500 jam penggunaan.